Alumni Departemen AGH-Faperta-IPB : Sandi Octa : Sosok Milyader Muda Pertanian

sandiocta2

Alumni Departemen AGH-Faperta-IPB : Sandi Octa : Sosok Milyader Muda Pertanian

Cianjur (6/9) – Masih muda, lulusan S2 IPB, penggerak 373 petani, mengelola 120 hektare lahan sayuran dan membawahi 50 karyawan adalah sederet figur seorang Sandi Octa. Pemuda kelahiran Cianjur ini menetapkan jalur profesi dan bisnisnya di dunia pertanian. Hal yang teramat jarang digeluti anak muda pada usianya. Bahkan dia memulai usaha sejak duduk di semester 5.

Awal terjun di dunia bisnis, Sandi melihat banyak hasil panen kebun sayur tidak maksimal diperjualbelikan. Bermodalkan salah satu website jual beli, Sandi mendokumentasikan satu per satu hasil produksi ayahnya. Dari situlah dia mendapat pengalaman pertama.

“Saya memulai usaha pada 2015. Saat itu masih semester 5. Saya ambil wortel, lettuce, beras, daun bawang dan kentang dari lahan ayah saya sendiri. Klien pertama saya sebuah perusahaan cepat saji. Omzet yang saya terima Rp 3 juta dengan keuntungan Rp 500 ribu per minggu. Angka segitu cukup besar bagi seorang mahasiswa,” cerita Sandi. Sementara ayahnya mengambil jalur retail sayur, Sandi bergerak pada bisnis horeka. Bisnisnya juga tidak selancar dugaan orang. Sandi pernah menjadi korban penipuan dan mengalami depresi cukup berat. Berkat dukungan keluarga dan orang terdekat, Sandi kembali bangkit dan merintis usahanya. Dalam kurun waktu 4 tahun, sayur – mayur di bawah binaannya berhasil memasok 25 hotel di Jawa Barat.

Berperilaku santun, rendah hati, akrab dengan para pegawainya adalah ciri khasnya. Selain usaha budidaya lahan, Sandi juga membina Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan (P4S) yang terbuka bagi siapa saja. Pada level bisnis, dirinya mengembangkan PT Mitra Tani Parahyang sebagai perusahaan pemasok bahan baku hotel.

Dalam menerapkan harga jual, pemuda berusia 26 tahun ini menawarkan harga bagus untuk petani. Kepiawaiannya merangkul petani, meyakinkan perusahaan dan membangun _team work_ adalah kunci sukses Sandi. Tidak hanya berorientasi profit, Sandi membantu petani sekitar dalam permodalan benih atau pestisida.

“Misal, harga kentang petani Rp 4 ribu, kami beli Rp 8 ribu lalu kami jual ke perusahaan Rp 11 ribu. Kenapa petani mau? Ini karena dari sisi _value_ kita tambah, dari sisi pasar ada kejelasan,” ujarnya.

Terkait kondisi cuaca yang sulit diprediksi, Sandi memiliki kiat khusus agar suplai ke konsumen tepat waktu. Tak hanya mengatur pola tanam, waktu dan jumlah pesanan ke masing-masing petani sudah terjadwal baik.

“Kita atur betul – betul pola tanamnya. Kapan komoditas ini panen tepat pada saat dibutuhkan harus kita pantai. Jadi di kantor itu, PO atau partitioning order sejak pukul 8 pagi hingga 5 sore. Setelah itu kita sebarkan orderan ke petani yang bekerja sama dengan kita. Petani sudah paham berapa rata-rata permintaan dari kita. Berikutnya proses penyerahan produk dilakukan di holding office kami. Terakhir, produk dipacking dan siap antar,” papar Sandi.

Berpenghasilan rata-rata Rp 500 juta per bulan, Sandi bertekad meningkatkan lahan miliknya hingga 1000 hektare. Bahkan dalam waktu dekat, Sandi tengah mengembangkan buah-buahan dan agrowisata. Tidak hanya itu, Sandi tengah menjalin bisnis ekspor ke Timur Tengah.

Sandi menyebutkan sejauh ini Kementerian Pertanian berperan banyak bagi kemajuan para petani. Dirinya meyakini bisnis pertanian tidak akan mati dan senantiasa prospektif. Berhasil dengan bisnisnya ini, dia berharap akan banyak figur muda pertanian sepertinya.

“Ada yang menanyakan kenapa S2 terjun ke pertanian balik ke daerah. Di sini saya tekankan bahwa saya ingin jadi bagian dari perubahan paradigma. Banyak yang menganggap petani itu lecek, kucel dan rugi terus. Ketika kita bisa memanaje dengan baik, dipadukan dengan keilmuan, Insya Allah akselerasi itu akan cepat. Saya berharap ada Sandi – Sandi yang lain. Disertai dukungan Kementerian Pertanian, bisnis ini akan makin seksi,” pungkas Sandi.

Mengetahui sosok Sandi, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto berbangga hati dan turut senang. Keberadaan anak muda yang berhasil di bidang pertanian patut ditiru dan merupakan harapan keberlangsungan pertanian.

“Ini sangat luar bisa. Di usia 26 tahun menjadi milyarder di bidang pertanian patut mendapat penghargaan tinggi. Dia bisa membuktikan dengan bertani bisa sejahtera. Bisa maju dan membangun negeri ini. Tentunya harapan kami bisa lahir anak-anak muda yang bergerak di bidang pertanian demi kedaulatan pangan,” pungkas Anton.


Penulis : Desy

http://hortikultura.pertanian.go.id/?p=4161