Dosen AGH menjadi narasumber SariAgri : Hama Buah Menjadi Musuh Utama Tanaman Kakao

sud1

Dosen AGH menjadi narasumber SariAgri : Hama Buah Menjadi Musuh Utama Tanaman Kakao

SariAgri – Indonesia saat ini merupakan produsen kakao nomor tiga di dunia, namun hal itu tidak sebanding dengan luas lahan di dalam negeri. Sejak 2019 total area penanaman kakao di Indonesia mengalami penurunan hingga lebih dari 150 ribu hektare.

“Kita kan turun tahun 2016 di posisi 1,720 juta ha sekarang kan cuma 1,582 di 2019 juta sekian hektar jadi ada penurunan jumlah areal ada di konsersi ke berbagai tanaman perkenunan. Jadi turun 160an ribu Ha,” ujar Guru Besar Perkebunan IPB University, Sudrajat saat dihubungi SariAgri.id.

Selain penurunan luas area tanam, para petani menghadapi gangguan hama penyakit yang rawan menyerang tanaman kakao yang harus dikendalikan.

“Memang sampai saat ini masalah utama cokelat itu adalah hama buah. Jadi busuk buah (masalah selama 15-20 tahun belakangan). Jadi hama dan penyakit yang bikin masalah dan ini harus dikendalikan dengan lebih bijak,” kata Sudrajat.

Saat ini produktivitas kakao di Indonesia hanya 50% dibandingkan dengan total potensi yang dapat dihasilkan.

“Jadi potensi tinggi, tapi ada beberapa permasalahan. Salah satunya tingkat produktivitas menjadi rendah. Produktivitas kakao di indonesia itu rata-rata 700 kg per hektare. Padahal potensinya bisa 1,5 ton paling tidak. Itu kan cuma 50% dari total produktivitas yang dihasilkan,” jelasnya.

Dikatakan Sudrajat, petani sebenarnya sudah mengetahui cara mengatasi masalah. Namun karena kesulitan akses permodalan, petani menjalankan pertanian sesuai kemampuan mereka.

“Kalau dari saya orang agronomi melihatnya di hulu. Jadi dari pemilihan bibit, pemupukan, pengendalian hama penyakit itu masih banyak problem,” katanya.

Sulitnya akses permodalan dan taraf hidup petani Indonesia yang masih kurang sejahtera membuat kualitas kakao Indonesia kalah dari Pantai Gading dan Ghana. Salah satu penyebabnya karena petani membutuhkan uang, kakao yang masih muda sudah dipanen dan dijual tanpa proses fermentasi.

“Jadi permasalahan itu dari sektor hulu dan petani paling banter sampai proses fermentasi, tapi itu jarang. Umumnya mereka jual biji basah atau biji kering,” katanya.

Salah satu alasan petani tidak menjual biji kakao fermentasi karena membutuhkan proses yang cukup rumit. Selain itu bagi mereka selisih harga jualnya kurang signifikan dibanding pengerjaannya.

“Mungkin saja terjadi penekanan harga di tengkulak. Jadi bisa saja petani nggak mau fermentasi karena memang agak pelik dengan selisih harga yang nggak signifikan dengan pengerjaannya,” pungkasnya.


https://perkebunan.sariagri.id/70620/hama-buah-menjadi-musuh-utama-tanaman-kakao