Kopi (Bagian 1 dari 6 Seri; Bogor, 20 Maret 2018)

coffee

Kopi (Bagian 1 dari 6 Seri; Bogor, 20 Maret 2018)

Sekitar akhir tahun 2006 atau awal tahun 2007, saya ada kesempatan bertugas ke Medan. Pulang dari Medan ke Jakarta naik pesawat Garuda pada penerbangan sore hari. Di dalam pesawat saya duduk bersebelahan dengan orang asing yang setelah ngobrol ternyata dia adalah orang Perancis. Dia masih muda mungkin umurnya antara 25 sampai 30 tahun. Saya sempat tinggal sekitar lima tahun di daerah Rennes dan Montpellier Perancis saat saya sekolah pada tahun 1989 sampai 1994. Sehingga kami langsung merasa akrab karena yang tadinya ngobrol berbahasa Inggris, kemudian kami ngobrol ngaler ngidul dengan bahasa Perancis yang walaupun bahasa Perancis saya sudah tidak sefasih saat baru pulang dari Perancis setelah menyelesaikan sekolah.

Obrolan semula berfokus pada perkembangan ekonomi, pertanian dan politik Perancis karena saya merasa kangen juga dengan suasana Perancis, kemudian topik berganti pada perkembangan pertanian di aindonesia karena dia juga menanyakan bagaimana pertanian di Indonesia. Ada hal yang sangat mengejutkan bagi saya karena dia menguasai betul tentang budidaya, pengolahan, pemasaran, budaya minum kopi atau dengan kata lain dia menguasai industri kopi secara komprehensif.

Yang menarik dari cerita dia adalah bahwa dia menjalankan bisnis kopi dengan Model Fair Trade. Dia tidak hanya membeli produk kopi petani, tetapi dia memberikan bimbingan dan bantuan teknis budidaya dan pengolahan kopi sehingga kopi yang dihasilkan petani menjadi biji kering. Teringat dengan Fair Trade yang dikenalkan oleh teman seperjalanan di Pesawat saya mencari-cari informasi tentang Fair Trade. Secara singkat Fair Trade adalah sistem perdagangan berkelanjutan yang senantiasa berusaha untuk membantu produsen yang marginal dengan melalui sistem pembayaran yang adil, kondisi tempat kerja yang layak, bantuan teknis (seperti desain, pembukuan), program sosial, kesetaraan, tranparansi, saling mempercayai, dan menjaga lingkungan. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk menciptakan ekonomi yang berkelanjutan dan pasar baru di antara negara-negara berkembang, sementara di sisi yang lain menjaga nilai-nilai dan tradisi lokal.

Di sisi lain, perdagangan konvensional adalah perdagangan dengan pendekatan semata-mata untuk hubungan ekonomi. Sistem ini mengakibatkan adanya jurang perbedaan yang dalam antara pedagang dan petani. Pedagang atau perusahaan nasional dan multinasional akan semakin besar dan maju, sedangkan para produsen khususnya petani kopi di negara-negara berkembang menjadi semakin miskin.

Keadaan di petani seringkali diekploitasi bahwa kondisi kerja yang tidak aman, anak-anak yang dipaksa bekerja untuk menambah pendapatan keluarga, dan perlakuan yang kurang layak terhadap wanita merupakan kondisi yang seringkali diekploitasi. Petani memiliki pilihan yang sangat terbatas, mereka dan keluarganya serta masyarakat sekitarnya akan terus berada dalam kondisi termarginalkan. Kondisi ini dalam konteks pergadangan internasional menjadi titikk lemah untuk dijadikan sasaran tembak, sehingga harga produk kopi kita tidak mempunyai posisi tawar yang bagus.

Saya lupa nama orang Prancis yang menjadi teman dalam perjalan dari Medan ke Jakarta, saya akan memanggilnya Thomas saja karena Thomas adalah salah satu nama yang cukup populer di Prancis, seperti Asep kalau di daerah Sunda, Joko di daerah Jawa Tengan dan Jawa Timur. Thomas ternyata sudah cukup lama menjalankan bisnis kopinya dengan Model Fair Trade. Menurut Thomas petani kopi di Sumatera Utara, mungkin di daerah Sidikalang sangat responsip terhadap perubahan. Daerah binaan Thomas jangan-jangan ada kaitannya dengan petani kopi yang dibina oleh Bang John M. Sianturi yang mengelola Klinik Agribisnis Sukses Tani di Sidikalang. Petani kopi di Sumatera Utara juga sangat kooperatif dan mempunyai semangat untuk maju. Anggapan bahwa petani tidak mengetahui teknik produksi kopi yang baik, tidaklah benar. Kalau mereka tidak memupuk tanaman kopinya dengan pupuk anorganik seperti pupuk Urea SP36 atau KCL bukan berarti mereka tidak tahu tetapi mereka lebih arif dan bijaksana, mereka lebih suka menggunakan pupuk organik sehingga produknya dapat dikatagorikan sebagai kopi organik yang harganya lebih mahal.

Oleh: Dr. Ir. SUDRADJAT, M.S.