Kopi (Bagian 3 dari 6 Seri; Bogor, 20 Maret 2018)

coffee-beans-levitate-white-background

Kopi (Bagian 3 dari 6 Seri; Bogor, 20 Maret 2018)

Portugis, Belanda dan Inggris 400 tahun lalu datang ke nusantara karena ingin menguasai perdagangan rempah-rempah. Negeri ini adalah negeri kaya sumberdaya alamnya, negeri ini negeri kaya flora dan faunanya, negeri ini diciptakan saat Tuhan tersenyum. Apapun dapat tumbuh di negeri ini. Penjajah Belanda membawa biji kopi ke Indonesia dan terus berkembang sehingga indonesia pernah menjadi produsen kopi nomor tiga di dunia. Sahabat saya yang dosen Fakultas Pertanian IPB memberitahukan kepada saya, katanya sekarang Indonesia tergeser oleh Vietnam, sehingga posisi Indonesia berada di urutan keempat. Lima produsen kopi dunia adalah Brasil, Vietnam, Kolombia, Indonesia dan Etiopia.

Luas areal kopi di Indonesia keseluruhannya adalah sekitar 1,2 juta hektare dengan produksi 0,62 juta ton, berarti tingkat produktivitasnya sekitar 0,5 ton saja. Produktivitas ini sangat rendah dibanding Vietnam yang mencapai 2 ton per hektare. Luas areal perkebunan kopi rakyat mencapai 1,18 juta hektar atau 96 persen, sedangkan perkebunan milik perusahaan negara dan swasta hanya sekitar 48 ribu hektare saja atau hanya 4 persen dari seluruh perkebunan kopi di Indonesia. Ini artinya bahwa kopi menjadi tumpuan kehidupan para petani kopi. Dari data statistik Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian nilai ekspor kopi tahun 2016 sebesar 650 juta US $, menurun drastis dibanding tahun 2015 yang mencapai 1,2 milyar US $. Salah satu sebab penurun nilai ekspor karena produksinya menurun akibat musim kemarau panjang pada tahun 2015. Pemerintah harus mengupayakan peningkatan produksi kopi melalui pemberdayaan petani dengan menggalakkan teknik budidaya berwawasan lingkungan yaitu penggunaan pupuk organik, konservasi tanah dan air serta mengembangkan teknologi panen air hujan saat musim hujan.

Indonesia menghasilkan 2 jenis kopi, yaitu kopi Robusta dan kopi Arabika. Hampir 75 persen luas areal dan produksi kopi Indonesia adalah kopi Robusta, yaitu kurang lebih 860 ribu hektare kopi robusta dan 330 ribu hektare kopi Arabika. Produksinya pun demikian kurang lebih 75 persen atau 441 ribu ton adalah kopi Robusta dan 172 ribu ton adalah kopi Arabika. Masalahnya adalah konsumen kopi dunia lebih menyenangi kopi Arabika dibandingkan dengan kopi Robusta. Menurut konsumen kopi dunia, kopi Arabika lebih wangi, lebih harum, lebih rendah kadar kafeinnya, lebih pahit, teksturnya lebih halus dan tentu lebih nikmat dan memenuhi selera konsumen dunia. Nah untuk dapat menjual kopi Robusta diperlukan kreatifitas sehingga cita rasa kopi Robusta dapat ditingkatkan. Kuncinya tentu ada di riset agar kopi Robusta lebih disukai.

Kembali ke awal, Thomas teman seperjalan saya dari Medan ke Jakarta dalam pesawat Garuda dengan semangat menceritakan bagaimana orang Prancis menggandrungi kopi. Minum kopi sudah menjadi budaya sejak berabad-abad lalu, kafe atau tempat minum kopi selalu menjadi tempat berkumpulnya para intelektual untuk bertemu dan memperdebatkan isu politik dan filosofis. Kafe untuk para Avant Garde merupakan tempat untuk mengatur, menampilkan karya mereka; demikian juga bagi para seniman untuk membandingkan dan bertukar gagasan sedangkan bagi para penulis untuk mencurahkan pemikiran artistik atau melankolis mereka. Bahkan pejuang kemerdekaan Revolusi Prancis dan yang kemudian menjadi gerakan perlawanan Perancis akan bertemu di kafe untuk merencanakan strategi mereka. Di Paris kita dengan mudah dapat menemukan kafe terkenal seperti Café de Flore, Les Deux Magots dan kafe du Trocadero dengan memampangkan tokoh budaya terkenal seperti Hemingway, Sartre dan Picasso. The Café Society, seperti namanya, dikembangkan pada abad ke-19 sebagai tempat bertemunya kelompok “beautiful people”.

Oleh: Dr. Ir. SUDRADJAT, M.S.