Pemanasan Global dan Dampaknya pada Pertanian dan Ekosistem [Bagian 1]

Pemanasan Global dan Dampaknya pada Pertanian dan Ekosistem [Bagian 1]

Tulisan ini merupakan bagian pertama dari tiga tulisan ilmiah populer tentang pemanasan global dan dampaknya pada pertanian dan ekosistem. Informasi pada tulisan ini diperoleh dari berbagai sumber dan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change merupakan sumber utama.

Tulisan pertama mendeskripsikan tentang pemanasan global dan teori tentang penyebab utamanya.Tulisan kedua menggambarkan dampak pemanasan global pada pertanian dan ekosistem.Tulisan ketiga merupakan pemikiran tentang apa yang kita bisa lakukan dalam menghadapi pemanasan global.

Bagian Pertama dari Tiga Tulisan: Tentang Pemanasan Global

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) merupakan badan internasional di bawah United Nations (PBB) yang berfungsi mengumpulkan dan memonitor informasi ilmiah tentang perubahan iklim dari seluruh dunia. IPPC merupakan badan yang beranggotakan wakil-wakil dari 195 negara. Ribuan ilmuwan dari berbagai Negara melaporkan hasil penelitiannya ke IPCC  untuk di review. Kegiatan IPCC dilakukan di Sekretariat IPCC, dan laporan IPCC disampaikan kepada pemerintah negara-negara anggotanya sehingga pemerintah dapat mengadopsi laporan ini untuk merencanakan kegiatan pemerintah di Negara masing-masing. IPCC didukung oleh World Meteorogical Organization (WMO) dan United Nations Environment Programme (UNEP) dan berpusat di Geneva.

Pemanasan Global dan Gas Rumah Kaca

IPCC melaporkan bahwa suhu rata-rata bumi cenderung meningkat sejak tahun 1800 hingga sekarang (Gambar 1 dan 2), yaitu sebesar 0.6-0.9C. Walaupun kenaikan suhu ini tampak tidak seberapa, angka ini merupakan pengamatan rata-rata di darat dan di laut. Dampak pemanasan lebih nyata dan terasa di darat ketimbang di laut (Gambar 2), dan di wilayah dengan lintang lebih tinggi ketimbang di wilayah tropika. Sebagai contoh, jumlah glaciers di Glacier National Park tahun 1850 tercatat 150, kini tinggal 26. Penyusutan luas daratan es di laut Arktik di belahan bumi Utara mencapai 2.7% per dekade dari 1978 hingga 2006.

Terdapat beberapa penjelasan tentang penyebab kenaikan suhu bumi. Salah satu penyebab yang dianggap paling besar peranannya ialah aktivitas manusia (antropogenik), yaitu  pembakaran minyak bumi, batu bara serta pembukaan hutan besar-besaran, yang diikuti oleh peningkatan kegiatan industri, pertanian dan transportasi.

Sebelum manusia menemukan batu bara dan minyak bumi, energi  diperoleh dari tenaga hewan dan manusia, tenaga air dan angin. Pemanasan untuk pemukiman di wilayah beriklim dingin menggunakan kayu bakar.

Karbon yang ada di planet bumi  diperkirakan berjumlah 66-100 juta giga ton (Gt). Karbon ini terikat secara kimia dalam batu sedimen dan fosil yang membentuk deposit batu gamping, dolomit dan kapur dalam kerak bumi, dalam pepohonan dan hutan, serta  dalam bentuk karbonat dalam organisme laut bercangkang. Organisme laut bercangkang  merupakan penimbun karbon kedua terbesar di bumi , yaitu 38-40 000 Gt.

Kandungan  karbon dalam batu bara (C135H96O9NS) dan minyak bumi (berupa hidro carbon) sangat tinggi, sehingga pembakarannya menghasilkan energi yang besar. Energi ini merupakan energi andalan bagi berbagai kegiatan pembangunan. Sebelum batu bara dan minyak bumi ditemukan, karbon yang ada di bumi berada dalam keadaan ‘terkunci’.

Pembakaran batu bara dan minyak bumi membebaskan karbon yang terkunci selama jutaan tahun ini ke atmosfer. Karena komponen karbon yang tinggi pembakarannya membebaskan karbon dalam jumlah sangat besar. IPCC mencatat 7.5 Giga ton karbon dibebaskan ke atmosfer pada tahun 2007. Pada tahun yang sama terjadi pembebasan karbon sebesar 1.5 Giga ton akibat pembabatan hutan.

Alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap kembali karbon yang dilepaskan akibat pembakaran batu bara dan minyak bumi. Data tahun 2007 menunjukkan bahwa 2.6Gt (29%) karbon yang dilepas akibat pembakaran mampu diserap oleh tanah, hutan/tumbuhan melalui proses fotosintesis. Lautan, yang menutupi 71% permukaan bumi dan mengandung 97% air yang ada di bumi, mampu menyerap 2.3 Gt (26%).

Pembebasan karbon yang terus meningkat akibat pembangunan  tampaknya telah melampaui kemampuan alam untuk menyerapnya kembali. Data tahun 2007 menunjukkan bahwa terdapat 4.2 Gt karbon yang tidak diserap oleh alam dan tertinggal di atmosfer bumi.  Ironinya, jumlah hutan yang berperan sebagai sink atau penimbun karbon makin sedikit akibat pembukaan hutan untuk pemukiman, industri dan pembangunan lain. Peningkatan jumlah CO2 yang harus diserap laut membuat air laut lambat laun menjadi masam dan melarutkan terumbu karang yang komponen utamanya ialah Calsium Karbonat (CaCO3).

Gas Rumah Kaca
Permukaan bumi mengabsorpsi panas dari sinar matahari dan memantulkannya kembali ke atmosfir dan ke luar angkasa. Sebagian besar panas diserap oleh lapisan gas rumah kaca, yaitu lapisan yang menyelimuti planet bumi. Karbon dioksida (CO2), Metana ( CH4), uap air (H2O) dan Nitrogen oksida (N2O)merupakan gas-gas rumah kaca utama.Lapisan gas-gas ini memerangkap radiasi di lapisan atmosfer dan memantulkan kembali panas ini ke permukaan bumi . Tanpa lapisan ini – suhu bumi akan jauh lebih dingin, yaitu -18C. Pada suhu ini seluruh air di bumi beku, laut menjadi es dan planet bumi tidak bisa dihidupi.

Pada masa pra-industri kandungan CO2 di atmosfer bumi relatif stabil selama 1000 tahun, yaitu antara 180- 280 ppm.

Pada 2005 kandungan CO2 telah meningkat menjadi 379 ppm. Konsentrasi gas metana (CH4) dan Nitrogen di atmosfer bumi juga meningkat, sehingga konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer semakin tinggi (Tabel 1) dan lapisan gas yang menyelimuti bumi semakin tebal.

Jenis Gas Rumah Kaca Konsentrasi Gas Rumah Kaca pada Masa Pra-industri (ppm) Konsentrasi Gas Rumah Kaca Tahun 2005 (ppm)
Karbon dioksida (CO2) 280 379
Metana (CH4) 0.71 1.77
Nitrogen oksida (N2O) 0.27 0.32

Akibatnya lapisan ini memerangkap radiasi lebih banyak sehingga suhu bumi semakin panas.

Proses-proses yang terjadi tentunya jauh lebih kompleks dari yang dituliskan di sini, namun secara garis besar inilah yang kini sedang kita alami. Pemanasan global sedang berlangsung. Sekarang, bukan nanti, bukan setelah Pemilu 2014 (kst).